Kita ini juga murid Kristus atau orang beriman, bukan karena telah melihat Tuhan, tetapi kita ini menjadi murid atau orang beriman karena percaya.
“IMAN YANG KUAT”
INJIL Markus hari ini bercerita tentang kekuasaan Yesus atas penyakit seorang perempuan, yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan, dan atas kematian anaknya Yairus, seorang kepala rumah ibadat. Seperti juga tampak dalam cerita-cerita lain, kekuasaan Yesus untuk mengadakan mukjizat apa pun bentuknya, sangat erat hubungannya dengan peranan kepercayaan pribadi yang bersangkutan kepada Yesus.
Mukjizat penyembuhan kepada seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan diceritakan dalam tiga Injil, yaitu Markus 5:21-43, Matius 9:20-22, dan Lukas 8:43-48. Menurut hukum perjanjian lama, “semua orang yang sakit kusta, semua orang yang mengeluarkan lelehan, dan semua orang yang najis oleh mayat disuruh meninggalkan tempat perkemahan” (Bil 5:2-4). Seorang perempuan yang disebut dalam Injil itu menderita penyakit yang najis (Im 15:25-27). Ia tersingkir dari hubungan dengan masyarakat maupun dengan ibadat di Bait Allah.
Dalam dua peristiwa itu, yakni penyembuhan perempuan yang menderita pendarahan dan dihidupkannya anak perempuan yang mati, Yesus yang sungguh suci itu menyingkirkan kenajisan atau kekotoran manusia. Perempuan dewasa itu disembuhkan, anak perempuan kecil yang mati dihidupkan kembali. Yesus mengembalikan dan mengangkat kembali setiap pribadi kepada tingkat aslinya, sebagai pribadi yang hidup layak dihadapan Allah. Seperti juga dinyatakan dalam bacaan pertama. “Allah tidak menciptakan maut, dan ia pun tidak bergembira kalau makhluk yang hidup musnah binasa. Sebaliknya Ia menciptakan segala sesuatu supaya ada; dan supaya makhluk-makhluk jagat menemukan keselamatan. Racun yang membinasakan tidak ditemukan diantara mereka, dan dunia orang mati tidak merajai bumi.”
Dunia saat ini, sepintas tampak makin maju, modern, teknologi sangat pesat lajunya. Disamping semuanya itu tampak pula keadaan lain, bagaikan “perempuan yang sudah lama menderita pendarahan”, “anak-anak yang hampir atau sudah mati”. Mereka itu adalah orang-orang yang harus ditolong dan diselamatkan, tetapi justru disingkirkan karena dianggap akan mengganggu masyarakat yang sudah maju dan makmur. Mereka itu adalah saudara kita, yang semartabat seperti kita di depan Allah, tetapi belum mampu hidup secara layak dan mencukupi. Anak kecil dan perempuan itu adalah gambaran banyak kaum muda, yang sekarang ini sedang dilanda krisis identitas, krisis moral, etika, dan nilai-nilai kebaikan lainnya. Banyak yang menghadapi ganasnya godaan narkoba, dan banyak pula yang tidak mempunyai harapan akan masa depan yang pasti.
Ada dua hal penting yang bisa kita refleksikan. Pertama, bila kita sungguh ingin hidup sebagai orang beriman sejati, kita harus memiliki iman sekuat iman perempuan yang menderita itu. Perlunya bersikap rendah hati untuk berdialog dengan Tuhan sendiri. Rendah hati menolong kita untuk bisa mendengarkan suara Tuhan dalam setiap pengalaman hidup kita.
Kedua, panggilan untuk memperhatikan nasib sesama kita. Kita dapat dikatakan beriman bila kita bisa berbuat sesuai dengan iman kita. Disini pelayanan kasih seperti yang ditegaskan oleh bacaan kedua tadi menjadi tolak ukurnya. Pelayanan kasih apa saja yang bisa kita lakukan akan mampu mencukupkan kebutuhan orang lain yang kita layani; yang miskin, yang sakit, yang mengalami krisis kehidupan. Kita akan menjadi kaya justru karena pelayanan kasih tanpa pamrih tersebut. Sebab orang yang mengumpulkan banyak tidak akan kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak akan kekurangan. Beriman akan Kristus berarti berani memohon apa pun sesuai dengan Kristus. (RP. Yoakim Jadi, O. Carm).