Menu

Menghayati belas kasih dengan baik akan mendatangkan kebahagiaan sejati baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Bagaimana agar belas kasih itu mendatangkan kebahagiaan dan sukacita?

CAHAYA PHIRAS

‘’BELAS KASIH SEJATI’’

              BELAS KASIH, merupakan sebuah keutamaan kristiani yang harus dihayati oleh para pengikut Kristus. Sikap belas kasih menuntut para pengikut Kristus untuk melihat dan merasakan kehidupan orang lain, berusaha membahagiakan orang lain. Menghayati belas kasih dengan baik akan mendatangkan kebahagiaan sejati baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Bagaimana agar belas kasih itu mendatangkan kebahagiaan dan sukacita?

            Pertama, orang harus bisa mengurbankan kesenangan pribadi demi orang lain: hal ini bisa terjadi pada orang-orang yang sudah bebas dari ikatan terhadap diri sendiri. Orang pada level ini menyadari bahwa kebutuhan orang lain lebih penting dari pada kesenangan pribadi. Nilai kesenangannya pun berbeda dengan orang yang masih mempunyai ikatan diri yang besar. Kalau orang yang memiliki ikatan diri memperoleh kebahagiaan dengan banyak menerima sesuatu. Orang yang sudah bebas dari ikatan diri berbahagia dengan lebih banyak mengurbankan diri demi orang lain.

              Kesenangan pribadi memiliki nilai jauh lebih besar tatkalah lebih banyak memberikan sesuatu kepada orang lain. Cara yang paling benar untuk membahagiakan diri adalah dengan menjadi bermanfaat bagi orang lain. Semakin banyak orang yang bahagia karena pelayanan kita semakin kita menemukan kebahagiaan sejati. Semakin banyak kita membahagiakan orang lain, semakin nyata belas kasih Tuhan dalam diri kita, dan semakin mendalam kebahagiaan yang kita rasakan.

            Yesus dalam cerita Injil hari ini memberi contoh bagi kita. Setelah menjalankan tugas-Nya, Yesus bersama para murid-Nya ingin ke tempat yang sunyi. Yesus ingin mengambil waktu pribadi bersama para murid-murid-Nya untuk berdoa, beristitrahat, makan bersama, bersenang-senang. Namun hal itu tidak terjadi karena mereka bertemu dengan banyak orang ketika sampai di tempat tujuan. Yesus dan para murid-Nya bukannya beristirahat seperti yang direncanakan sebelumnya, tetapi melanjutkan pengajaran bagi mereka yang haus akan sabda Tuhan. Yesus mengabaikan waktu pribadinya demi banyak orang yang membutuhkan belas kasih-Nya. Sikap Yesus ini tentu berasal dari rasa belas kasih yang mendalam. Jadi, belas kasih sejati mampu mengalahkan ego yang membuat orang sulit keluar dari ikatan diri.

             Kedua, menjadi gembala bagi domba yang tanpa gembala. “…tergeraklah hatinya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala…” (Mrk. 6:34). Domba tanpa gembala adalah mereka yang tidak punya apa-apa dan siapa-siapa, mereka yang selalu terancam bahaya kapan saja serta dimana saja. Mereka tidak punya kepastian hidup dan masa depan. Merasa memiliki mereka adalah hal terpenting dalam diri orang yang dikuasai belas kasih Tuhan. Menjadikan mereka bagian dari diri kita berarti memperkecil bahaya yang setiap saat dapat mengancam mereka.

           Sebagai orang katolik, mestinya kita terdorong untuk tidak hanya sebatas melihat dan merasakan penderitaan orang lain, tetapi belas kasih menjadi nyata dalam tindakkannya. Kita terus berjuang melepaskan diri dari ikatan egoisme agar yang keluar dari diri kita betul-betul belas kasih sejati. Dengan demikian, kebahagiaan yang dirasakan adalah juga kebahagiaan sejati. Kita juga berusaha menjadi gembala yang menjadi pelindung, penjaga, dan penuntun agar domba yang tanpa gembala menemukan kepastian hidup dan masa depannya. Berbahagialah mereka yang memiliki rasa belas kasih yang tinggi karena merekalah yang empuhnya kebahagiaan dan kehidupan sejati.

(RP. Hendrikus Dili, O. Carm.)

Flo.Phiras

Flo.Phiras

Related Posts