Sebab oleh iman itulah Tuhan akan mengerjakan apa yang dikehendaki-Nya kepada kita maupun kepada dunia melalui kita.
CAHAYA PHIRAS
“ Menjadikan keluarga yang anggotanya mencintai Firman Tuhan”
(Efesus 5:22-33)
Para saudara dan saudariku terkasih, hari ini Gereja Katolik merayakan pesta Keluarga Kudus. Sebutan Keluarga Kudus, bagi kita umat Katolik terarah pada Keluarga Yusuf, Maria, dan Yesus di Nazaret.
Para saudara dan saudariku terkasih. Kita semua tentu memiliki keluarga. Kita pun dibesarkan dalam kelurga. Orang tua kita telah menjadi guru iman dan guru moral bagi setiap kita. Kita menjadi orang beriman dan orang yang hidupnya baik dan benar tidak terlepas dari didikan orang tua kita.
Nah, pada pesta keluarga kudus ini, Bunda Gereja mengajak setiap kita untuk menimba nilai-nilai luhur dari kehidupan keluarga kudus di Nazaret. Bunda Maria kita ketahui sebagai perempuan yang penuh rahmat. Dia dirahmati oleh Allah untuk melahirkan Sang Sabda jadi Manusia. Sosok Yusuf dikenal sebagai pribadi yang rendah hati dan penurut. Apa yang dikatakan Tuhan kepadanya melalui malaikat, diturutinya dengan rendah hati. Sedangkan Yesus, kita ketahui Dia itu adalah Putra Allah, namun tetap dengan rendah hati diasuh oleh Orang tuanya Yusuf dan Maria. Dan buah dari didikan Orang tua-Nya membuat Yesus semakin bijaksana. Salah satu tanda kebijaksanaan pada Yesus adalah, Dia memilih SETIA pada kehendak Bapa-Nya. Dia dengan hati yang penuh kebijaksanaan berkata: Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.
Injil Lukas 2:41-52, yang kita dengarkan tadi sungguh menyampaikan berita kepada kita sekalian tentang kiprah realita hidup yang dialami oleh keluarga Kudus ini yang hidup di Nazaret. Sebagai orang tua yang taat pada perintah Taurat, Yusuf dan Maria setiap tahun pergi ke Yerusalem, lazim seperti pada hari-hari perayaan agama Yahudi. Kebiasaan luhur itu mereka ajarkan kepada anak mereka Yesus. Yesus yang berumur 12 tahun menjadi terbiasa berada di Bait Allah.
Kebiasaan hidup di dalam kasih Tuhan yang dihayati oleh Yusuf dan Maria, serta sikap taat pada Taurat Tuhan itu, tertanam di dalam hati Yesus untuk menicintai Rumah Bapa-Nya. Sebab dengan seringnya mengunjungi bait Allah, mendengarkan Taurat Dia memahami kehendak Bapa dalam Kitab Taurat dan melihat para guru agama yang memberikan pengajaran tentang Taurat. Sebagai orang muda yang berumur 12 tahun, Yesus mengajukan pertanyaan kepada mereka. Banyak orang kagum akan kecerdasan- Nya dan jawaban-jawaban yang diberikan-Nya. Tentulah muncul pertanyaan, dari mana semua kecerdasan itu dimiliki oleh Yesus, sampai para guru agama dan semua yang mendengar-Nya di Bait Allah itu semuanya mengagumi-Nya?
Para saudara dan saudariku, jika kita dengan rendah hati meluangkan waktu membaca Kitab Amsal 1:7: “Takut akan Tuhan adalah permulaan dari pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”, maka tentulah kita akan mengerti bahwa Yesus mendapatkan semua itu justru berkat kerendahan hati-Nya yang mendengarkan Taurat Tuhan. Itu sebanya pada kesempatan tertentu Dia berkata: “Sebab itu turuti dan lakukan segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka” (Matius 23:3).
Nah, buah dari ketekunan Yesus yang mendengarkan Taurat telah mendidik hati-Nya untuk mencintai Rumah Bapa-Nya. Karena itu Dia memilih untuk tetap di Bait Allah tanpa memberi kabar kepada orang tua-Nya, yaitu Maria dan Yusuf. Pilihan untuk tinggal di Bait Allah telah membuat Orang tua-Nya gelisah dan takut. Maka wajar sebagai Orang tua, mereka mencari Yesus. Dikisahkan ketika mereka menjumpai Yesus yang berada di Bait Allah, Bunda Maria justru menerima jawaban yang secara manusiawi tidaklah patut: “Mengapa kamu mencari Aku?” Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku” (Luk 2:49)? Meski Yesus berkata demikian, Ia tetap mendengarkan dan mengikuti Orang tua-Nya untuk kembali ke Nazaret.
Bagaimana dengan hidup keluarga kita masing-masing? Tuhan memberkati kita. Amin.
–P. Marius Lami, CP-